Jumat, 15 April 2011

WISMA NUSANTARA


Proyek Wisma Nusantara (30 lantai) adalah salah satu saksi bisu bagamana kontraktor Asing mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dari proyek di Indonesia. Pembangunan Gedung Wisma Nusantara di mulai pada tahun 1961 silam dan terhenti pada tahun 1963 karena penadaannya yang berasal dari pampas an perang habis. Proyek yang dirancang Kjima Design Departement Jepang ini dilanjutkan pada tahun 1970 sebagai proyek investasi PT Wisma Nusantara International-perusahaan patungan antara Bank Indonesia (mewakili Pemerintah Indonesia) dan perusahaan Jepang, Mitsui & Company Ltd.

Keanehan proyek itu dirasakan Wiratman Wangsadinata. Sebagaimana ditulis dalam Prof. DR. Ir Wiratman, Mensyukuri 44 tahun Pengabdi Kepada Dunia Konstruksi, ketika Wisnu direncanakan dan dibangun kontraktor Jepang, di Jepang sendiri belum ada gedung yang memiliki ketinggian lebih dari 31 tingkat. Undang-undang di sana melarang pembangunan gedung tinggi. Gedung Wisnu, tulis Wiratman, yang mendapat tugas dari pemerintah pergi ke Jepang, dijadikan prototype generasi pertama gedung-gedung tinggi di Jepang. Itu terjadi setelah Prof Kyoshi Muto yang tergabung dalam Kajima Coorporation (Kontraktor pembangunan Wisnu) berjuang secara gigih di parlemen dan berhasil mengubah undang-undang pembangunan gedung tinggindi Jepang tahun 1962 “Jadi jelas, Jepang sendiri yang mengambil manfaat proyek itu” tulis Wiratman.

Di laboratorium Kajima, para teknisi Jepang mengkaji kelayakan sambungan balok/kolom yang akan digunakan untuk pembangunan Wisnu. Hasilnya dengan pengetahuan yang diperoleh dari perencanaan pembanguna Wisnu, Kajima merencanakan dan berhasil membangun gedung tertinggi di Jepang, Kasumigasegi Building (32 tingkat) di Tokyo pada tahun 1964 “ Sungguh Ironis” kata Wiratman Sumber: GAtra no 44 Tahun XV 10-16 September 2009

Senin, 11 April 2011

KANTOR PT JAKARTA LLOYD (1930)


Gedung yang terletak di jalan Mpu Tantular ini dahulunya adalah milik perusahaan pelayaran Belanda bernama Stomvart Nederland Maskapij (SNM) dan sekarang dipakai untuk kantor perusahaan pelayaran nasional PT Djakarta Lloyd

A. Denah
Bangunan terdiri dari 2 (dua) lantai. Karena antara jalan Mpu Tantular dengan jalan kecil yang berada disebelah kirinya tidak tegak lurus maka bangunan gedung yang terletak di sudut jalan ini bentuk denahnya menjadi tidak simetris. Bagian depannya sejajar dengan jalan Mpu Tantular sementara bagian belakangnya sejajar dengan jalan kecil

Denah bagian depan berbentuk empat persegi panjang. Pintu masuknya berada di bagian ini. Selanjutnya bagian belakang memanjang ke belakang. Bagian tengahnya terdapat ruangan tangga yang cukup luas, bagian paling belakang untuk garasi kendaraan. Fungsi-fungsi awal ruangan di dalam bangunan masih berfungsi sama dengan pada saat awal dibuat karena pemakainya masih sama yaitu perusahaan pelayaran.

Selasar terletak di bagian depan dan sisi kanan atau disepanjang jalan kecil, sisi kiri tidak ada selasar karena berbatasan dengan bangunan disebelahnya. Fungsi selasar sebagai penahan sinar matahari yang datang dari arah Barat pada sore hari, selasar ini sekarang berfungsi untuk ruangan kerja.


B. Tampak
Tampak bangunan memberi kesan ramping karena luas tanah yang terbatas mengharuskan bangunan menyesuaikan diri. Demikian juga jendela dengan kisi-kisi penahan sinar matahari. Lobby penerima yang semula terbuka sekarang sudah ditutup dengan kaca.

Melihat jarak antar kolom dan kemudian antara jendela di bagian bawah dengan jendela diatasnya kelihatan memiliki perbandingan yang sama yaitu 1;2. Modul kecil-kecil ini kemudian membentuk modul yang lebih besar yaitu bentuk bangunan dengan perbandingan yang sama.


C. Konstruksi dan Bahan Bangunan
C.1. Pondasi/Dinding
Dilihat dari jajaran kolom yang berjajar pada bagian luar agaknya memakai pondasi setempat dan digabungkan dengan pondasi batu kali untuk dindingnya. Dinding terbuat dari batu bata dengan ketebalan 1 batu dan lantainya dari teraso.

C.2. Atap
Bentuk atap bangunan dikenal dengan sebutan Limas Mansard (bentuk limasan melengkung). Plafond dibuat cukup tinggi untuk lantai dasar ketinggian plafon 5.2 meter dan lantai atas 5.00 meter.


D. Ragam Hias
Ragam hias tampak pada tepi jendela berupa rooster berbentuk bujur sangkar mengelilingi bagian sisi dan atas jendela. Bagian bawah memakai plat beton. Plat beton ini memiliki fungsi ganda, untuk bagian atas berfungsi untuk tepi jendela dan untuk bagian bawah untuk kanopi kecil.


Bangunan ini sekarang kurang terawat dan cenderung makin menaglami penurunan karena banjir rob yang sering melanda kawasan kota lama Semarang.

Sabtu, 09 April 2011

GEDUNG ASURANSI JIWASRAYA (1916)



Gedung Asuransi Jiwasraya dahulunya Gedung Asuransi Nilmij (Nederlandsch-Indische Levensverzekering-en Lifrente Mij) adalah satu dari dua bangunan gedung karya Arsitek Thomas Karsten yang berada di kawasan kota lama Semarang.

I. Denah
Bentuk denah bangunan utama empat persegi panjang. Pada bagian bawah sebelah kanan terdapat denah tambahan berbentuk segi delapan yang berfungsi sebagai lobby. Bangunan terdiri dari 3 (tiga) lantai dengan void di bawah kubah persegi delapan. Hubungan antara lantai bawah dan lantai diatasnya menggunakan tangga dan elevator. Pemakaian elevator ini cukup menarik karena menarik karena merupakan elevator tertua di kota Semarang.
Pintu masuk merupakan titik tangkap bagi pengamat/pengunjung, area ini dibentuk oleh pertemuan tiga elemen bentuk masing-masing: Empat persegi panjang, persegi delapan dan jajaran genjang. Bidang empat persegi panjang berfungsi juga sebagai ruang terima. Pintu masuk dengan bentuk semacam ini memberi kesan pengunjung masuk ke dalam bidang sempit yang kemudian diterima oleh ruangan yang luas sehingga kesan masuk pintu sempit tadi hilang begitu sampai di bagian dalam.
Dari ruangan persegi delapan ini kemudian pengunjung diberi pilihan untuk menuju ruangan yang akan dikunjungi.

II. Konstruksi
Konstruksi utama gedung ini memakai sistim beton bertulang dengan dinding batu bata 1 batu ( 30 cm). Plafon dari beton ekspose sehingga terlihat dengan jelas.

III. Tampak
Dari bentuknya bisa dilihat bahwa bangunan ini sudah meninggalkan ciri-ciri langgam neo-klasik seperti bentuk-bentuk lengkung, namun demikian ornamen masih dipakai pada ventilasi. Tampak bangunan belum mencerminkan bangunan tropis, tetapi Thomas Karsten sudah melakukan perubahan dengan membuat selasar pada bagian depan sehingga sinar matahari tidak langsung masuk ke dalam ruangan. Kebetulan bangunan gedung ini berada di lokasi menghadap ke Barat sehingga selasar ini berfungsi dengan baik.


IV. Ragam Hias
Ragam hias pada bangunan ini adalah ragam hias struktural. Artinya ragam hias berfungsi juga sebagai struktur bangunan. Penahan sinar matahari (sun screen) pada selasar dan ventilasi diatas jendela bermotif kotak-kotak kecil dengan lingkaran di bagian tengahnya

Rabu, 14 Januari 2009

KARYA THOMAS KARSTEN DI SEMARANG III

BAGIAN III
METODOLOGI



3.1. Lingkup Penelitian
Tulisan ini diutamakan membahas karya Thomas Karsten dalam bidang arsitektur, namun demikian untuk melengkapi kajian karya berupa Perencanaan Kota juga dibahas secara singkat.

3.2. Metode Penelitian

1. Landasan Teori
Karena tulisan ini disusun berdasarkan kepada Penelitian Sejarah Arsitektur, maka landasan teori yang dipakai adalah Interprestasi dan Komparasi. Hal ini dilakukan karena Penelitian Sejarah Arsitektur tidak bisa dilepaskan dari prinsip Penelitian Sejarah dimana penelitian sejarah adalah proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau (lihat bag 1 dan 2).

Interprestasi adalah pemberian kesan, pendapat atau pandangan terhadap suat tafsiran. Interprestasi dilakukan karena para nara sumber sudah tidak ada, sehingga tidak dapat dihubungi. Untuk melakukan interprestasi penulis mulai dengan melakukan identifikasi tahun pembuatan bangunan karena melalui tahun pembuatan ini dapat diketahui teknik konstruksi yang dipakai, gaya bangunan, juga termasuk bahan yang dipakai. Komparasi adalah berkenaan atau berdasarkan perbandingan. Komparasi dilakukan dengan cara membandingkan antara Thomas Karsten dengan karya arsitek yang sejaman atau sebelumnya. Dengan pembandingan ini akan diketahui sampai sejauh mana karya-karya tersebut saling mempengaruhi.

3.3. Kerangka Pemikiran

BAGIAN I : Pendahuluan
Berisi tentang fenomena yang terjadi di dalam dunia pada abad ke 20 secara global maupun di Semarang yang berakibat terhadap perkembangan dunia arsitektur yang diperkirakan berpengaruh terhadap karya Thomas Karsten.

BAGIAN II : Tinjauan Umum
Membahas secara singkat disiplin Ilmu Arsitektur dan Penelitian Sejarah Arsitektur.


BAGIAN III : Metodologi Penelitian
Cara penelitian ini dilakukan dalam kaitannya dengan Penelitian Sejarah Arsitektur.


BAGIAN IV : Sejarah Singkat Thomas Karsten
Menceritakan secara singkat riwayat hidup Thomas Karsten sejak masih di negeri Belanda sampai kedatangannya ke Indonesia dan faktor-faktor yang mempengaruhi pola pemikirannya.


BAGIAN V : Karya Thomas Karsten di Semarang
Berfungsi sebagai bank data dari karya Thomas Karsten yang ada di kota Semarang, baik perencanaan kota maupun arsitektur. Karena fungsi tersebut maka pada bagian ini karya Karsten dicantumkan sesuai apa adanya. Pada bagian ini tidak diperkenankan dilakukan analisis.


BAGIAN VI : Perkembangan Arsitektur di Luar dan di Hindia Belanda
Menguraikan secara singkat perkembangan arsitektur baik di dalam maupun di luar Hindia Belanda yang diperkirakan berpengaruh pada karya Thomas Karsten. Karya yang diambil adalah karya yang dibuat 5 tahun sebelum Karsten berkarya dan saat yang sama.


BAGIAN VII : A n a l i s i s
Analisis terhadap karya Thomas Karsten dengan cara melakukan koparasi dan interprestasi dengan karya sejaman. Khusus untuk perencanaan kota dilakukan juga komparasi dengan perencanaan kota masa kini.


BAGIAN VIII: Kesimpulan dan Penutup



3.4. Metodologi Penelitian

1. Persiapan
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data, baik berupa data primer maupun data sekunder. Kelayakan penelitian sejarah terletak pada tersedianya data primer, dan untuk keperluan penelitian ini data diperoleh dari :

  • Kepustakaan
Data pustaka untuk penelitian ini berupa literatur sejarah perkembangan Kota Semarang, sejarah Arsitektur Moderen; gambar-gambar rancangan Thomas Karsten; dan data pendukung berupa karya arsitek sejaman yaitu para arsitek yang berkarya sebelum Thomas Karsten baik di Belanda maupun di Indonesia, terutama Henry Maclaine Pont. Data ini berguna untuk komparasi. Data-data diatas diperoleh dari instansi terkait seperti Perpustakaan Nasional, Arsip Nasional, juga dari rekan-rekan sejawat yang berkompeten dengan masalah-masalah bangunan kuno.

  • Data Lapangan
Data lapangan berupa foto-foto bangunan karya Thomas Karsten di kota Semarang, karya Maclaine Pont, karya para arsitek pelopor gerakan Arsitektur Moderen di Belanda. Data ini diperoleh dengan cara melakukan reproduksi, foto langsung atau sketsa.


2. Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan oleh penulis dibagi menjadi :

  • Tahap I:
Tahap ini membahas sejarah singkat Thomas Karsten sejak di Belanda sampai dengan kedatangannya di Hindia Belanda pada tahun 1914 atas undangan teman semasa kuliahnya di sekolah Teknik Delft, yaitu arsitek Henry Maclaine Pont untuk bekerja pada biro miliknya di kota Semarang. Karya apa saja yang dihasilkan oleh Thomas Karsten selama bekerja pada biro ini selama 3 tahun antara tahun 1914 - 1917.

  • Tahap II:
Tahun 1917 merupakan awal Thomas Karsten berkarya secara mandiri setelah membeli biro milik Maclaine Pont yang terpaksa kembali ke Belanda karena sakit. Tahap ini membahas karya yang dihasilkan oleh Thomas Karsten di Semarang pada periode 1917 - 1930.


  • Tahap III:
Tahun 1930 - 1931 Thomas Karsten mendapat kesempatan berkunjung ke Belanda dan Amerika Serikat. Tahap ini membahas pengaruh dari kunjungan tersebut terhadap karya terakhir di kota Semarang karena setelah pulang dia menetap di Bandung. Setelah pindah ke Bandung, Thomas Karsten lebih memusatkan perhatiannya pada bidang pendidikan disamping tetap berkarya.


3. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan dilakukan setelah analisis. Dari kesimpulan ini akan diungkap karakteristik rancangan Thomas Karsten.


4. HIpotesis
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya hipotesis yang dapat diambil adalah:

  • Pada saat itu arsitek lokal Hindia Belanda belum ada, sehingga ada kemungkinan Thomas Karsten berusaha menjadikan dirinya sebagai arsitek lokal Hindia Belanda. Dia mencoba untuk mewujudkan Arsitektur Moderen Hindia Belanda. Usaha ini akan berhasil kalau dia memadukan arsitektur lokal dengan arsitektur Barat (Belanda).
  • Rancangan Karsten dalam bidang perencanaan kota oleh beberapa kalangan dinilai lebih Pancasilais dari pada rancangan kota pada masa kini karena dinilai lebih memihak pada rakyat kecil.


Jumat, 09 Januari 2009

KARYA THOMAS KARSTEN DI SEMARANG II

BAGIAN II
TINJAUAN UMUM

2.1. Pokok Bahasan
A. Disiplin Ilmu
Tulisan ini termasuk dalam kajian disiplin ilmu Arsitektur. Disiplin ini terbagi menjadi 2 (dua) yaitu: Arsitektur sebagai Seni dan Arsitektur sebagai Ilmu. Pertama, arsitektur sebagai seni. Seni berasal dari kata latin Arts yang bersumber dari kata Arstus dalam bahasa yang sama. Arstus berarti lengan atau anggota badan manusia. Jadi, seni adalah hasil karya yang tergantung pada kekuatan (Yunani = Tekhne ) lengan. Karena itu dapat dikatakan bahwa sebagai seni, Arsitektur juga tergantung pada kekuatan lengan. Sebab arsitektur itu juga dinyatakan sebagai cabang seni rupa yang tertinggi (Fine Arts). Dalam kedudukan tersebut Arsitektur dipakai sebagai ukuran untuk menilai tingkat kebudayaan suatu masyarakat. Disini para pelaku seni dibagi menjadi 2 (dua) macam yaitu:

  • ARTIST, yaitu seniman dengan daya penciptaan yang imajinatif.
  • ARSTISAN, yaitu seniman dengan kemahiran yang memanfaatkan tangan (manual worker).
Pengertian arsitektur sendiri pada masa kini mencakup seni maupun iptek dalam membangun ( 'BOUWKUNST' dan 'BOUWKUNDE' ). Berarti arsitektur bukan hanya iptek tetapi juga seni.

Setiap karya seni harus mempunyai 2 (dua) aspek yaitu:

  • Pengalaman Sekarang. Pada tahap ini seni memberikan kebahagiaan, ketegangan, drama, dan pada tingkat kesempurnaannya memberi kepuasan atau rasa damai dalam wujud murni yanng berisi intervensi warna, nilai dan masa dalam ruang.
  • Pengalaman Masa Lampau. Pada tahap ini segala sesuatu dipelajari dan dinilai. Jika dirasa sebagai kepemilikan/asset budaya, maka diputuskan untuk dilestarikan.

Kedua, arsitektur sebagai Ilmu Pengetahuan. Menurut filsafat ilmu, Arsitektur sebagai Ilmu Pengetahuan baru absah jika:

  • Jelas Obyek Materialnya, yaitu berupa wujud fisik, kertaji, dan konkret. Obyek material yang dimaksud berupa lingkungan binaan, karena tanpa perbuatan manusia dalam membina atau membangun lingkungan, maka dunia tetap akan terwujud secara alami dan tidak ada budaya.
  • Obyek Bersifat Formal yaitu jika merupakan obyek non fisik dan abstrak. Dalam hal ini pokok studinya adalah fungsi, rupa dan keteknikan. dalam membina lingkungan. Sejak kemajuan iptek mempengaruhi industri konstruksi, persyaratan obyek formal ini meluas mencakup obyek ekonomis, kultural dan ekologis.

B. Penulisan Sejarah Arsitektur

1. Arti Sejarah
Sejarah yang dalam bahasa Inggris disebut History (sejarah) berasal dari kata Yunani, istoria yang berarti ilmu. Filsuf Aristoteles mengatakan bahwa istoria berarti suatu interprestasi yang sistimatik mengenai seperangkat gejala alam. Menurut definisi yang paling umum, kata history kini berarti 'masa lampau umat manusia'.

2. Penelitian Sejarah.
Penelitian sejarah adalah Proses Menguji dan Menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau. Pernyataan seseorang dalam bidang sejarah harus dibuktikan tidak melalui eksperimen sebagai mana biasanya tetapi dengan interprestasi. Untuk pembuktian tersebut diperlukan obyek kajian berupa tulisan, benda-benda arkelologi dan lain-lain, termasuk karya arsitektur.

Rekonstruksi yang imajinatif dari masa lampau berdasarkan data yang diperoleh dengan menempuh proses tertentu disebut histogrfi (penulisan sejarah). Kegiatan ini betujuan untuk merekonstruksi sebanyak-banyaknya peristiwa masa lampau. Untik itu peneliti harus memiliki sikap interpretatif dan deskriptif. Sikap interpretatif berarti sanggup menerangkan mengapa dan bagaimana suatu peristiwa terjadi dan juga hubungannya, sedang deskriptif berarti mampu menceritakan apa, bilamana, dan dimana terjadinya dan siapa yang terlibat.

3. Penelitian Sejarah Arsitektur
Untuk dapat dikatakan sebagai Penelitian Sejarah Arsitektur pertanyaan yang harus dijawab adalah:

  • Apa yang digolongkan sebagai karya arsitektur? dalam hal ini yang harus diidentifikasi adalah : masa bangunan, denah, tampak dan ragam hias.
  • Siapa Arsiteknya? dalam hal ini yang perlu diidentifikasikan adalah karya arsitektur arsitek tersebut dan pemikirannya. Kemudian pemikiran itu dicoba untuk dipahami.
  • Dimana, dalam hal ini yang harus dilakukan adalah melakukan studi banding antara karya seorang arsitek dan karya sejaman ditempat yang sama.
  • Kapan? pertanyaan ini berkaitan dengan tahun pembuatan sebuah bangunan. Melalui tahun pembuatan ini dapat diketahui teknik konstruksi , gaya bangunan dan bahan yang dipakai.
  • Mengapa? pertanyaan ini berkaitan dengan latar belakang/penyebab didirikannya sebuah bangunan.
  • Bagaimana? pertanyaan ini diajukan untuk mengetahui cara membangun, termasuk pendekatan perancangannya.
2.2. Permasalahan
Karya para arsitek Belanda di Hindia Belanda oleh para pengamat dari Belanda sendiri dinyatakan berbeda dari karya-karya yang dibuat disana pada periode yang sama. Akan tetapi pengamatan dilapangan memperlihatkan bahwa berbagai aliran yang muncul di Eropa ternyata ada juga pada rancangan Thomas Karsten. Dari hal tersebut diatas, penulis dihadapkan pada pertanyaan:

  • Apakah perkembangan Arsitektur Moderen di Eropa mempengaruhi Thomas Karsten dalam berkarya?
  • Apakah paham sosialis yang dianutnya juga berpengaruh pada karya Thomas Karsten?
  • Sedalam apa pengaruh itu.

Dilain pihak terlihat juga bahwa Thomas Karsten berusaha menonjolkan karya-karya orisinilnya yang ditujukan untuk mempresentasikan Hindia Belanda Moderen. Dalam hal ini permasalahan yang ingin digali adalah :

  • Apa yang menyebabkan keinginaan tersebut.
  • Bagaimana caranya memenuhi kenginan tersebut.

2.4. Tujuan dan Manfaat
  • Tujuan Praktis
Untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara fenomenal global di dalam dunia arsitektur, keadaan setempat dan paham sosialis yang dianut Thomas Karsten.

  • Tujuan Historis
Untuk menjawab pertanyaan mengapa terjadi kemiripan disatu pihak dan mengapa timbul keinginan untuk menghasilkan karya representatif dilain pihak.

  • Tujuan Estetis
Untuk menjawab pertanyaan bagaimana karakterisitik masing-masing kecenderungan diatas.


2.5. Manfaat Penulisan
  • Memahami dan mengenali karakteristik karya Thomas Karsten
  • Menambah pengetahuan tentang wacana Arsitektur Indonesia periode Moderen.

Kedua manfaat diatas pada dasarnya mengandung hikmah:

  • Meningkatkan pemahaman kita tentang dinamika perkembangan dunia arsitektur, terutama hubungan antara arsitektur dan pelbagai aspek lain ( politik, ekonomi dan teknologi ).
  • Meningkatkan kesadaran kita akan luasnya lingkup dan dimensi permasalahan arsitektur pada masa lalu.
  • Membuka kearifan kita dalam berintrospeksi diri melalui pengalaman masa lampau, baik berupa kegagalan maupun keberhasilan.

Kamis, 01 Januari 2009

KARYA THOMAS KARSTEN DI SEMARANG I

BAGIAN I
P E N D A H U L U A N

1.1 Latar Belakang
Akibat terjadinya revolusi Industri pada akhir abad IX, wacana arsitektur di Eropa mengalami perubahan mendasar. Salah satunya adalah lahirnya Arsitektur Moderen. Jenis arsitektur baru ini dihasilkan dari transformasi dalam 3 sektor pembangunan:

  • Transformasi Budaya: Arsitektur Neo-Klasik
Hadirnya Arsitektur Neo-Klasik dilatar-belakangi berbagai pandangan baru mengenai arsitektur klasik yang akhirnya menjurus ke eklektisme yang menghasilkan langgam klasik yang rancu.


Arsitektur Neo-Klasik timbul karena adanya pendapat mengenai mana diantara 4 (empat) kebudayaan Menditerania yang paling benar. Untuk mencari kebenaran tersebut mereka berpegang pada teori arsitektur Vitruvius. Pembuktian terjadi pada saat penggalian di Sicilia dan Pompeii pada pertengahan abad ke 18 yang memperlihatkan bahwa arsitektur Yunani-lah yang paling benar. Hasil pengamatan itu dipublikasikan pada tahun 1750 dan 1760 oleh JD Le Roy (1758), Jamie Stuart dan Nicolas Revett dengan judul "ANTIQUES OF ATHENS" (1762) dan Robert Adam dan CL Clerisen berupa dokumentasi berjudul "DIOCLETIAN'S PALACE AT SPLIT" (1764). Tetapi Arsitek Piranessi pada tahun 1761 dalam bukunya berjudul DELLA MAGNIFENCA ED ARCHITECTURA ROMAWI membantah pengamatan tersebut dengan mengatakan bahwa langgam Romawi-lah yang paling benar. Polemik ini berlanjut dan menghasilkan Arsitektur Neo-Klasik, yaitu karya-karya arsitektur yang dibuat atas dasar teori Vitruvius namun dengan tampilan langgam-langgam yang menunjuk ke arsitektur Yunani dan Romawi.

  • Transformasi Kawasan : Pembangunan Urban
Revolusi Industri yang terjadi di Eropa berdampak pada terjadinya urbanisasi yang mengakibatkan peningkatan populasi penduduk pada kota-kota tua. Akibatnya lingkungan berubah kumuh. Lingkungan kumuh ini kemudian dicoba untuk diatasi dengan cara membangun flat, tetapi tidak membawa manfaat karena pembangunannya pada akhirnya justru menimbulkan kawasan kumuh baru.

  • Transformasi Teknologi: Rekayasa Struktur
Pada periode ini mulai ditemukan besi, beton, baja dan kaca, sehingga bangunan mulai dapat didirikan dengan sistim konstruksi homogen, misalnya: pemakaian konstruksi beton tanpa sambungan. Contohnya adalah gedung Plougastel yang dirancang oleh Eugene Freysinet pada tahun 1926; dan bangunan berstruktur besi seperti Fontaine, Galery d'Orle'ans, di Paris 1829. Penemuan prinsip energi uap dan pemakaian rangka baja merupakan awal pemakaian teknologi struktur baja untuk bangunan. Pelopornya 3 orang yaitu: James Watt, Abraham derby dan John Wilkinson. Awalnya pemakaian baja hanya terbatas untuk konstruksi jembatan, yang pertama dirancang oleh TF Pritchard dengan bentang 30,50 meter, dibangun pada tahun 1779 di Savern dekat Coalbrokedale. Pada pertengahan abad ke 18 besi tempa yang semula hanya dipakai untuk rel kereta api dan gudang mulai dicoba untuk dipakai pada bangunan dengan sistim fabrikasi. Bangunan dengan bahan kaca contohnya adalah Crystal Palace yang didisain oleh seorang ahli kebun bernama Joseph Paxton, yang juga merancang rumah kaca untuk Duke of Devonsire di Catswort.

Dari perkembangan 3 (tiga) sektor inilah Arsitektur Moderen dibangkitkan. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut:

1. Sektor Perancangan Bangunan
Arsitektur Neo-Klasik akhirnya terjerumus ke dalam situasi pemilihan langgam sebagai bungkus bangunan. Inilah yang dipakai sebagai titik tolak untuk melahirkan Arsitektur Moderen dengan jalan menolaknya.

2. Sektor Kawasan
Perbaikan lingkungan yang dilakukan ternyata menghasilkan kawasan kumuh baru di kota. Kondisi ini membangkitkan konsep-konsep tata kota moderen, antara lain: Kota Taman ( E Howard ) dan kota Industri ( T Ganier )

3. Sektor Rekayasa
Penemuan dibidang teknologi produk menggugah pandangan arsitek. Mereka saat itu sadar bahwa rancang bangun tidak dapat lagi bertumpu pada seni saja sebab dengan teknologi produk tersebut dapat dibuat tipe banguna baru, khususnya bangunan bertingkat banyak atau bentang-panjang.
Seluruh reaksi diatas merupakan respons para arsitek atas perubahan kondisi dan situasi yang mereka hadapi. Respon tersebut berlangsung di seluruh Eropa, juga Amerika Serikat. Belandapun tidak terhindar dari respons tersebut. Para arsitek disana ikut aktif melakukan percobaan-percobaan untuk mengantisipasi kondisi dan situasi baru diatas dan salah satu pelopornya adalah HP Berlage. Periode kepeloporan tersebut kurang lebih bersamaan dengan periode kejayaan Hindia Belanda sebagai dunia baru sehingga merupakan tempat yang cocok untuk mempraktekkan percobaan tadi.

Walaupun pada awal abad ke 20 kota Semarang masih berfungsi sebagai kota perdagangan tetapi keadaan kota ketika itu jauh dari apa yang diharapkan. Kota ini dilada berbagai wabah penyakit karena lingkungan tumbuh tidak terkendali di kota bagian bawah. Oleh sebab itu Pemerintah Kota berencana mengembangkan kota ke arah Selatan, dimana daerah ini merupakan daerah dengan kondisi tanah berbukit dan beriklim sejuk.

Salah satu arsitek Belanda yang berperan dalam pembangunan kota Semarang pada saat itu adalah Herman Thomas Karsten. Thomas Karsten adalah seorang arsitek lulusan sekolah teknik di Delft-Belanda yang datang ke Semarang pada tahun 1914. Perannya bagi pembangunan kota Semarang yang cukup besar menjadikan menjadikan kota ini dikalangan para arsitek saat itu disebut sebagai Kota Karsten. Hampir seluruh bagian kota mendapat sentuhan tangannya, seperti kawasan Candi Baru, Sompok, Mlaten, Pekunden, Batan dan Wonodri. Selain merancang kawasan-kawasan tadi, Karsten juga merancang beberapa bangunan di Kota Semarang. Untuk masa itu jumlahnya cukup banyak yakni mencapai 10 buah bangunan. Tidak hanya Semarang, Karsten juga berkarya untuk beberapa kota lainnya di Indonesia. Keistimewaan hasil rancangan Karsten, terutama pada bangunannya terletak pada tidak adanya kesamaan antara satu dengan lainnya sehingga hal ini sangat menarik untuk dipelajari. Dikalangan arsitek pada saat itu Thomas Karsten juga dikenal sebagai seorang arsitek yang berpaham Sosialis.

Melalui tulisan ini akan diketahui ada atau tidaknya hubungan antara tiga fenomena diatas yaitu keadaan dunia arsitektur secara global, keadaan kota Semarang pada saat itu dan paham Sosialis dari Thomas Karsten.


1.2. Alasan Pemilihan Judul.
Thomas Karsten merupakan salah satu arsitek Belanda yang banyak berkarya di Hindia Belanda setelah diterapkannya program Desentralisasi. Program Desentralisasi adalah dilimpahkannya pembangunan di Hindia Belanda dari Pemerintah Pusat di Belanda kepada Pemerintah Daerah atau sekarang kita mengenalnya dengan istilah Otonomi Daerah.

Ada 2 (dua) alasan mengapa Penulis memilih kota Semarang:Pertama, karena kota ini merupakan kota yang secara lengkap dirancang oleh Thomas Karsten. Kota ini bahkan sempat mendapat julukan kota Karsten, karena dia tidak saja merancang bangunan tetapi juga penataan kota Semarang. Kedua, Ingin mengetahui seberapa jauh pengaruh perkembangan arsitektur yang terjadi baik di Hindia Belanda maupun di luar negeri terhadap rancangan Thomas Karsten, sehingga dapat diketahui mengapa terjadi perbedaan pada setiap karyanya karena Penulis percaya semua itu akan memberi wacana pada dunia arsitektur Moderen di Hindia Belanda pada saat itu dan Indonesia Moderen sekarang.




Senin, 01 September 2008

BATIK

Saat ini mungkin kita bisa sedikit berbesar dan berbangga hati sebagai bangsa Indonesia.  Betapa tidak, karena Batik mulai kembali digemari oleh masyarakat. Beberapa waktu lalu batik hanya dipakai pada saat tertentu utamanya seremonial. Dimasa lalu batik sempat dijadikan sebagai seragam resmi aparatur negara dikenal dengan sebutan BATIK KORPRI, warnya biru dan dipakai pada saat upacara dan tanggal 17 setiap bulannya (kalau tidak keliru).  Belum terlalu lama kita seperti kebakaran jenggot ketika saudara serumpun kita mengklaim batik itu PUNYAKU katanya. Begitu juga dengan yang kita punya lainnya disebutnya PUNYAKU.  Itulah sekelumit tentang busana kita yang namanya BATIK.JPGBatik itu memang Indah dan kita punya paling tidak 30 motif batik karena Indonesia terdiri dari 30 Provinsi ( lagi-lagi kalau tidak salah ). Tapi pertanyaannya adalah APAKAH BATIK SEINDAH ITU? Nah, dari sinilah cerita itu saya mulai.Dipenghujung bulan Agustus karena urusan pekerjaan saya mendapat kesempatan untuk jalan-jalan ke beberapa lokasi di Pulau Jawa dan Sumatera. Pekerjaan ini sebetulnya tidak ada ubungannya sama sekali dengan batik tetapi dengan KAWASAN KUMUH dimana salah satunya adalah Kelurahan Jenggot-Kota Pekalongan. Kota Pekalongan memang terkenal dengan industri batiknya. Jenggot sejak dulu dikenal sebagai sentra industri batik, oleh pemberi tugas kawasan ini dimasukkan kedalam daftar lokasi yang harus didatangi untuk dikunjungi karena masuk di dalam daftar Kumuh.Masuk kawasan Jenggot mata rasanya sejuk,hamparan padi disisi kiri dan kanan jalan desa membuat mata yang terbiasa mandi asap dan debu Jakarta ini terasa sejuk.  Rumah-rumah penduduk terasa asri karena dikelilngi kebun dan tanaman hijau lainnya. Saya datang dengan dibonceng sepeda motor sehingga sejuknya udara persawahan sangat terasa. Dirimbunnya pepohonan tersembul hamparan kain batik yang sedang di jemur. Kembali mata tercuci karena warna batiknya ngejreng dan modis.Tapi sebetulnya mata ini tidak menjadi segar seratus persen juga, kenapa? Karena sungai yang mengalir disepanjang jalan tadi warnanya tidak coklat (apalagi jernih) tapi berwarna merah maron. Tidak hanya itu saja, semua saluran air yang mengairi sawah dan mengalir di lingkungan desa juga berwarna serupa. waduh alamaaaak....!ternyata 100% air di kelurahan ini sudah tercemar limbah batik.Ya, ternyata kain warna warni yang terlhat indah dijemur tadi menghasilkan pencemaran berat bagi lingkungannya. Keadaan ini diperparah apabila kita melihat lebih dalam ke bagian belakang rumah penduduk.  Bengkel-bengkel kerja pembuatan batik terlihat kumuh dan jorok.Hasilnya dapat dipastikan bahwa tanah di kawasan ini sudah tercemar berat oleh limbah batik. Padi, pisang, mangga bahkan ikan sudah tercemar limbah batik ini.  Air tanah tidak bisa lagi dikonsumsi.  Anehnya masih ada yang memancing ikan dikali (lihat foto).Tetapi keadaan ini tidak berlaku bagi Walikota Pekalongan, paling tidak untuk yang saat ini menjabat.  Ya, menurut keterangan semakin merah warna air sungai di Jenggot maka bapak Walikota semakin senang karena artinya perekonomian jalan, rakyat bisa makan. Limbah yang dihasilkan industri batik Jenggot seharinya mencapai 700 m3, untuk menguranginya memang telah diupayakan membangun Instalasi Pengolahan Air Bersih (IPAL) tetapi IPAL ini kapasitasnya hanya 100 m3, kemana yang 600 m3? bisa jadi ke parut kita semua yang mungkin secara tidak sadar mengkonsumsi beras dari kawasan ini. Hijjjj....!Saya berharap cerita ini tidak lalu membuat semangat kita dalam memakai batik jadi pudar karena kalau tidak nanti Malingsiak akan dengan senang hati bilang INI PUNYA AWAK!