Sumbangsih pemikiran sederhana dari seorang arsitek anggota Ikatan Arsitek Indonesia (IAI)- Banten utk Indonesia.
Senin, 01 September 2008
BATIK
Saat ini mungkin kita bisa sedikit berbesar dan berbangga hati sebagai bangsa Indonesia. Betapa tidak, karena Batik mulai kembali digemari oleh masyarakat. Beberapa waktu lalu batik hanya dipakai pada saat tertentu utamanya seremonial. Dimasa lalu batik sempat dijadikan sebagai seragam resmi aparatur negara dikenal dengan sebutan BATIK KORPRI, warnya biru dan dipakai pada saat upacara dan tanggal 17 setiap bulannya (kalau tidak keliru). Belum terlalu lama kita seperti kebakaran jenggot ketika saudara serumpun kita mengklaim batik itu PUNYAKU katanya. Begitu juga dengan yang kita punya lainnya disebutnya PUNYAKU. Itulah sekelumit tentang busana kita yang namanya BATIK.JPGBatik itu memang Indah dan kita punya paling tidak 30 motif batik karena Indonesia terdiri dari 30 Provinsi ( lagi-lagi kalau tidak salah ). Tapi pertanyaannya adalah APAKAH BATIK SEINDAH ITU? Nah, dari sinilah cerita itu saya mulai.Dipenghujung bulan Agustus karena urusan pekerjaan saya mendapat kesempatan untuk jalan-jalan ke beberapa lokasi di Pulau Jawa dan Sumatera. Pekerjaan ini sebetulnya tidak ada ubungannya sama sekali dengan batik tetapi dengan KAWASAN KUMUH dimana salah satunya adalah Kelurahan Jenggot-Kota Pekalongan. Kota Pekalongan memang terkenal dengan industri batiknya. Jenggot sejak dulu dikenal sebagai sentra industri batik, oleh pemberi tugas kawasan ini dimasukkan kedalam daftar lokasi yang harus didatangi untuk dikunjungi karena masuk di dalam daftar Kumuh.Masuk kawasan Jenggot mata rasanya sejuk,hamparan padi disisi kiri dan kanan jalan desa membuat mata yang terbiasa mandi asap dan debu Jakarta ini terasa sejuk. Rumah-rumah penduduk terasa asri karena dikelilngi kebun dan tanaman hijau lainnya. Saya datang dengan dibonceng sepeda motor sehingga sejuknya udara persawahan sangat terasa. Dirimbunnya pepohonan tersembul hamparan kain batik yang sedang di jemur. Kembali mata tercuci karena warna batiknya ngejreng dan modis.Tapi sebetulnya mata ini tidak menjadi segar seratus persen juga, kenapa? Karena sungai yang mengalir disepanjang jalan tadi warnanya tidak coklat (apalagi jernih) tapi berwarna merah maron. Tidak hanya itu saja, semua saluran air yang mengairi sawah dan mengalir di lingkungan desa juga berwarna serupa. waduh alamaaaak....!ternyata 100% air di kelurahan ini sudah tercemar limbah batik.Ya, ternyata kain warna warni yang terlhat indah dijemur tadi menghasilkan pencemaran berat bagi lingkungannya. Keadaan ini diperparah apabila kita melihat lebih dalam ke bagian belakang rumah penduduk. Bengkel-bengkel kerja pembuatan batik terlihat kumuh dan jorok.Hasilnya dapat dipastikan bahwa tanah di kawasan ini sudah tercemar berat oleh limbah batik. Padi, pisang, mangga bahkan ikan sudah tercemar limbah batik ini. Air tanah tidak bisa lagi dikonsumsi. Anehnya masih ada yang memancing ikan dikali (lihat foto).Tetapi keadaan ini tidak berlaku bagi Walikota Pekalongan, paling tidak untuk yang saat ini menjabat. Ya, menurut keterangan semakin merah warna air sungai di Jenggot maka bapak Walikota semakin senang karena artinya perekonomian jalan, rakyat bisa makan. Limbah yang dihasilkan industri batik Jenggot seharinya mencapai 700 m3, untuk menguranginya memang telah diupayakan membangun Instalasi Pengolahan Air Bersih (IPAL) tetapi IPAL ini kapasitasnya hanya 100 m3, kemana yang 600 m3? bisa jadi ke parut kita semua yang mungkin secara tidak sadar mengkonsumsi beras dari kawasan ini. Hijjjj....!Saya berharap cerita ini tidak lalu membuat semangat kita dalam memakai batik jadi pudar karena kalau tidak nanti Malingsiak akan dengan senang hati bilang INI PUNYA AWAK!
Langganan:
Postingan (Atom)